Dulu saya bisa dibilang cukup radikal untuk skala muslim yang tinggal di NKRI. Sampai sekarang, secara keilmuan saya masih memegang beberapa prinsip-prinsip dasar dari Islam yang menurut orang radikal itu. Salah satu yang masih saya pertahankan adalah selalu mempertanyakan dalil dari sebuah ibadah. Saya masih sering heran kenapa orang khususnya di Indonesia sering ikut-ikutan ini itu tanpa tahu dalilnya. Padahal untuk urusan yang menyangkut ibadah, tidak bisa jika tanpa dalil yang jelas.
Salah satu hal yang saya pertanyakan adalah kebiasaan orang yang berhenti sahur ketika mendengar Imsak. Padahal setau saya kebiasaan Nabi dulu malah mengakhirkan sahur bahkan masih sahur ketika sudah masuk Subuh dan baru berhenti ketika mendekati waktu Iqamat subuh. Jika bingung maka kita harus cari dalilnya, apa dalil dari Imsak?
Praktek Imsak di Indonesia biasanya dikumandangkan 10 menit sebelum adzan subuh. Dari kecil saya sudah bingung, bedanya imsak sama adzan apa? kalo dasar adzan adalah fajar lalu Imsak dasarnya apa? Ternyata setelah saya cari-cari, dasar Imsak 10 menit sebelum adzan adalah tidak jelas. Saya tidak mengatakan tidak ada karena ada praktek yang dilakukan Bilal yang menyerupai Imsak tetapi maksud dan tujuannya sama sekali berbeda. Bilal yang merupakan muadzin jaman Rasulullah sering mengumandangkan adzan beberapa saat sebelum fajar dan ini dilakukannya tidak hanya di bulan Ramadhan. Tujuannya adalah agar orang-orang terbangun di waktu subuh karena waktu itu blom ada speaker. Jarak antara satu adzan pertama dengan adzan subuh yang sesungguh adalah sekitar 50 bacaan ayat atau 8 – 15 menit.
Mungkin Imsak terinspirasi dari Bilal ini, tetapi Rasulullah sendiri sudah mengingatkan bahwa:
‘Janganlah adzan Bilal mencegah kalian dari sahurnya, karena sesungguhnya ia adzan di waktu malam untuk ‘mengembalikan’ orang-orang yang qiyaamul lail dan membangunkan yang tidur (H.R al-Bukhari).
Imsak sendiri berarti menahan, orang-orang ada yang mengartikannya mulai berhenti makan tetapi ada juga yang benar-benar berhenti makan. Ini sebenarnya sangat jauh dari praktek jaman Rasulullah. Seperti yang kita tau kita disunahkan untuk mengakhirkan sahur, artinya kalau bisa sahur itu benar-benar mendekati fajar dan ini jelas termaktub dalam Al Quran:
“… makan dan minumlah sampai nampak jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar “ (Q.S AlBaqoroh:187).
Rasulullah sendiri mengijinkan Sahabat untuk makan dan minum bahkan setelah adzan Subuh benar-benar terdengar, hadis mengenai ini sangat banyak sekali salah satu yang paling gamblang dan jelas shahih:
“Jika salah seorang di antara kamu mendengar adzan sedangkan ia masih memegang piring (makan) maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya (makannya).” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi)
Bahkan ketika mendekati Iqamat artinya fajar subuh sudah benar-benar muncul masih boleh minum:
Pada waktu iqamat dikumandangkan, Umar masih memegang gelas. Ia (Umar) bertanya : “Apakah saya masih boleh minum, ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “Ya (boleh).” Kemudian Umar minum. (HR. Ibnu Jarir,) Hadis ini hasan sehingga tidak bisa dijadikan dasar fiqih kecuali ada hadis yang mirip.
Artinya jika anda besok mendengar Imsak, tidak usah begitu dipedullikan. Kalau mau minum ya minum saja, ga usah takut mau adzan subuh. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadist penting yaitu:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan. Oleh karena itu kerjakanlah dengan semestinya, atau mendekati semestinya dan bergembiralah (dengan pahala Allah) dan mohonlah pertolongan di waktu pagi, petang dan sebagian malam”
Lalu apakah Imsak itu bid’ah? Entahlah, tapi kalau tidak ada dalilnya dan bahkan bertentangan dengan dalil yang lain ya bisa disebut Imsak adalah praktek agama yang berlebihan